Tadi gue abis ngeliat foto sidang dan yudisium angkatan di bawah gue. Jadi keinget setahun yang lalu, 20 Desember 2011, hari paling menyenangkan sekaligus paling menyedihkan bagi gue. Sidang dan yudisium, proses yang mengakhiri perjalanan hidup gue di bangku sarjana selama 4,5 tahun. Beberapa orang bilang itu waktu yang cukup lama untuk lulus, tapi nggak bagi gue. Gue sama sekali ngak menyesal dengan keputusan gue untuk mengundur wisuda 1 semester.
Dimulai dari awal tahun 2007, saat semua orang mulai nyari-nyari tempat kuliah, guepun juga begitu. Ya sebagai seorang anak yang lahir dan tumbuh di lingkungan dokter, tentu orang tua menyarankan gue masuk kedokteran atau jurusan lain yang berhubungan, seperti farmasi. Gue juga sempet kepikiran mau masuk psikologi, karena minat gue di sana. Tapi ada satu kejadian yang di kemudian hari bikin gue percaya, takdir dan jodoh itu memang sesuatu yang nggak bisa kita pastikan, sampai itu terjadi. Ketika gue lagi baca majalah, gue membaca rubrik pekerjaan yang sedang meningkat saat ini, dan salah satunya Visual Merchandiser. Disebutkan di profil VM, dia berasal dari jurusan Desain Produk. Apa itu? Gue berusaha nyari tau dan langsung nemu universitas yang punya jurusan desain produk: ITB.
Singkat kata, tanpa pikir panjang gue langsung milih ITB sebagai tujuan gue. Sempet ngerasa jiper karena dulu kakak gue yang juara umum aja nggak diterima di ITB, apalagi gue? Belum lagi beberapa temen yang meragukan kemampuan gue. Dengan bismillah gue ikut ujian saringan masuk yang diadain bulan Maret di Palembang. Sebelum ujian masuk, gue kesampingin semua urusan sekolah dan fokus persiapan ujian.
Selain ITB, gue juga ikut ujian masuk UGM di Jakarta dengan pilihan psikologi, farmasi dan filsafat. Tepat malam sebelum ujian, pengumuman ITB keluar dan hasilnya: Gue diterima! Gue senengnya bukan main, berasa nggak percaya. Efeknya jadi jelek sih, karena tau diterima, besoknya pas ujian gue nggak konsen dan malah sempet ketiduran. Walaupun di kemudian hari Alhamdulillah gue diterima juga di UGM.
Sejak Agustus 2007 gue memulai hidup di Bandung sebagai mahasiswa ITB. Di masa awal sempet terasa sulit karena ini pertama kalinya gue ngekos, jauh dari orang tua dan jadi mahasiswa yang artinya gue bertanggung jawab sama diri gue sendiri. Gue memulai pelajaran dari nol, setiap hari dijejalin gambar dan rupa dasar yang mungkin banyak dilihat jurusan dan orang lain sebagai hal yang mudah. “Ah, gambar doang” begitu kata mereka. Tapi bagi gue dan teman-teman, itu terasa lebih susah dari eksak dan ilmu pasti, karena seni rupa (fakultas gue) nggak mengenal 1+1=2. Pada tahap ini gue mulai mengenal begadang. Setiap hari gue dan temen-temen kuliah sampe sore, dilanjutin dengan kaderisasi sampe larut malem dan ngerjain tugas di sela-sela itu. Pada fase ini banyak banget yang jatuh sakit karena kondisi fisik menurun dan selalu diforsir. Belum lagi kegiatan luar akademis lainnya seperti ikut unit atau kepanitiaan. Tapi menurut gue, di tahun pertama inilah gue bener-bener ditempa secara fisik, mental dan pikiran.
Masuk tahun kedua, ketika penjurusan, gue mulai mengenal apa itu desain produk. Saat itu pertama kalinya gue tahu: gue jatuh cinta dengan desain produk. Mungkin berkutat dengan bengkel, gergaji, grinder, gambar teknik, resin dan lain-lain kadang bikin capek (dan mabok), tapi gue mulai sadar, apa yang gue lakukan saat itu bukan cuma untuk sebuah nilai melainkan untuk membuat hidup manusia menjadi lebih baik. Terdengar heroic memang.
Tahun ketiga, bisa dibilang jadi tahun terpadat, karena selain kuliah dan kepanitiaan, gue mulai ikutan organisasi: INDDES dan Kabinet KM (BEM) plus beberapa lomba. Capek, kadang bosen tapi banyak senengnya. Ibarat pacar, semua kegiatan gue itu bikin gue selalu seneng ketemu dengan mereka. Sejak saat itu gue jadi Miss Curiouscity yang selalu pengen nyoba hal yang baru. Gue sama sekali lupa dengan nilai kuliah dan bagi gue kuliah bukan Cuma duduk di dalam kelas dengerim dosen atau ngerjain tugas. Kulaih adalah 24 jam waktu yang gue habiskan untuk berkembang di dalam dan luar ITB.
Tahun keempat gue belajar memulai usaha bersama temen-temen, yang di kemudian hari dikenal dengan Kopen Wrks. (Inibukubudi) dan juga Prakerta. Sebuah proses yang membantu gue menghadapi dunia nyata, dan merasa berguna sebagai desainer haha. Sembari gue mengerjakan tugas akhir yang membawa gue ke akhir proses pendidikan di desain produk ITB.
Di akhir proses ini gue tau, meski perjalanan gue selama 4,5 tahun di ITB bukan sesuatu yang mudah, banyak jatuh dan gagal, ketika gue melakukan sesuatu dengan niat yang baik, ikhlas, senang dan bertanggung jawab, akan datang hasil yang baik. Gue bisa lulus dengan cumlaude, suatu hal yang gue harap bisa menjadi setitik bahagia buat orang tua dan keluarga gue.
Sekarang, gue berada di Milan, kota di negara antah berantah juga semua berkat apa yang gue alami di sana. Terima kasih Allah yang menciptakan gue, terima kasih Mama dan Daddy, Mbak Dini dan Mas Bonie, kakak-kakak ipar gue, para keponakan yang lucu, teman-teman sekelas, seangkatan, sefakultas se ITB, se- se- se- dan se-, orang-orang yang pernah “special” di hati gue. Terakhir: terima kasih Bandung. 🙂